Jumat, 05 April 2019

MAKALAH BOTANI (TRANSPIRASI)


MAKALAH BOTANI

(TRANSPIRASI)
Disusun Oleh :
Dimas Lukito Agung Wicaksono (1522220029)
Imron Saputra (1522220032)
Syairul Alim (1522220022)

Dosen Pembimbing
Riri Novita. S, M.Si


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Air yang diserap tumbuhan sebagian kecil digunakan untuk proses metabolisme dan dipertahankan di dalam sel untuk membentuk turgor sel, namun sebagian besar akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Hilangnya air ke atmosfer dapat terjadi melalui proses transpirasi
Transpirasi adalah proses hilangnya air dari tubuh tumbuhan,yaitu berupa cairan, uap atau gas. Transpirasi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata, kemungkinan kehilangan air dari jaringan tanaman melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi, tetapi porsi kehilangan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang hilang melalui stomata. Transpirasi adalah proses evaporasi pada tumbuhan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tanpa sadar menyadari bahwa tumbuhan melakukan proses transpirasi. Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel .80% air yang ditranspirasikan berjalan melewati lubang stomata, paling besar peranannya dalam  transpirasi. Transpirasi berperan di dalam pengangkutan air ke daun dan difusi air antar sel, penyerapan dan pengangkutan air dan zat  hara, pengangkutan asimilat, membuang kelebihan air, pengaturan bukaan stomata dan mempertahankan suhu daun. Transpirasi di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu kami ingin mengetahui faktor-faktor eksternal apa sajakah yang mempengaruhi transpirasi.





1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian transpirasi?
2.      Bagaimana mekanisme transpirasi?
3.      Apa yang mempengaruhi transpirasi?

1.3  Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk lebih mengetahui tentang transpirasi baik itu pengertiannya prosesnya maupun faktor yang mepengaruhinya, karena transpirasi memiliki manfaat bagi tumbuhan.























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Transpirasi
Transpirasi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata. Kemungkinan kehilangan air dari jaringan tanaman melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi, tetapi porsi kehilangan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang hilang melalui stomata oleh sebab itu, dalam perhitungan besarnya jumlah air yang hilang dari jaringan tanaman umumnya difokuskan pada air yang hilang melalui stomata (Lakitan, 2012:53) .
 Proses transpirasi berlangsung selama tumbuhan hidup peneliti di Utah State University berhasil menghitung berapa banyak jumlah air yang hilang melalu transpirasi pada tanaman jagung mulai dari berkecambah sampai panen. Jumlah air yang hilang melalui tranpirasi pada tanaman jagung adalah setara dengan total 450 mm curah hujan, atau untuk menghasilkan 1 kg berat kering tanaman jagung dibutuhkan 225 kg air yang hilang melauli transpirasi (Lakitan, 2012:53).
Transpirasi merupakan bagian dari siklus air, dan itu adalah hilangnya uap air dari bagian tanaman (mirip dengan berkeringat), terutama pada daun tetapi juga di batang, bunga dan akar. Permukaan daun yang dihiasi dengan bukaan yang secara kolektif disebut stomata, dan dalam kebanyakan tanaman mereka lebih banyak pada sisi bawah dedaunan. Transpirasi juga dapat mendinginkan tanaman dan memungkinkan aliran massa nutrisi mineral dan air dari akar ke tunas. Aliran massa air dari akar ke daun disebabkan oleh penurunan hidrostatik (air) tekanan di bagian atas dari tumbuhan karena difusi air dari stomata ke atmosfer. Air diserap pada akar dengan osmosis, dan semua nutrisi mineral dilarutkan perjalanan dengan melalui xilem (Tjitrosomo, 1990:103).
Transpirasi dalam tanaman atau terlepasnya air melalui stomata dapat melalui kutikula walaupun hanya 5-10% dari jumlah air yang ditranspirasikan di daerah beriklim sedang. Air sebagian besar menguap melalui stomata,sehingga jumlah dan bentuk stomata sangat mempengaruhi laju transpirasi. Hanya 1-2% dari seluruh air yang ada dalam tubuh tumbuhan digunakan  dalam fotosintesis atau dalam kegiatan metabolic sel-sel daunnya. Sisanya menguap dari daun dalam proses transpirasi. Bila stomata terbuka, uap air ke luar dari daun. Jika daun itu harus terus berfungsi dengan baik maka air segar harus disediakan kepada daun untuk menggantikan yang hilang pada waktu transpirasi (Tjitrosomo. 1990:103).
Proses transpirasi akan menyebabkan potensial air lebih rendah dibandingkan batang ataupun akar. Akibatnya, daun seolah-olah menghisap air dari akar. Untuk menguapkan air, tumbuhan butuh energy baru atau berubah energy menjadi panas. Dengan demikian, transpirasi menimbulkan pengaruh pendinginan pada daun. Kebutuhan panas untuk menguapkan air berasal dari sinar matahari yang disalurkan melalui cahaya langsung, radiasi dan konveksi. Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tumbuhan, semua proses tumbuh dan berkembang terjadi karena adanya air.
Ada dua jenis transpirasi, yaitu :
1.      Transpirasi Stomata
Bentuk dan posisi stomata pada daun beragam tergantung spesies tumbuhannya. Yang dimaksud stomata adalah celah yang ada diantara dua sel penjaga, sedangkan aparatus stomata adalah kedua sel penjaga tersebut. Berdampingan sel penjaga terdapat sel-sel epidermis yang juga telah termodifikasi, yang disebut sebagai sel pendukung (Loveless, 1991:75).
Masing-masing stomata diapit oleh sel penjaga, yang berbentuk seperti ginjal pada tumbuhan dikotil dan berbentuk seperti halter pada tumbuhan monokotil. Sel-sel penjaga dikelilingi oleh sel tetangga epidermal disekitar ruangan udara pada daun. Sel penjaga mengontrol diameter stomata dengan cara mengubah bentuk, yang akan melebarkan atau menyempitkan celah diantara kedua sel tersebut. Ketika sel penjaga mengambil air melalui osmosis, sel penjaga akan membengkak dan semakin dalam keadaan turgid. Pada sebagian besar tumbuhan dikotil dinding sel-sel penjaga mempunyai ketebalan yang tidak seragam, serta mikrofibril selulosa yang diorientasikan ke suatu arah sehingga sel-sel penjaga itu menutup ke arah atas ketika mereka dalam keadaan turgid. Hal ini meningkatkan ukuran celah antar sel. Ketika sel kehilangan air dan menjadi lembek serta mengkerut, sel-sel tersebut akan mengecil secara bersamaan kemudian menutup ruangan di antaranya. Mekanisme dasar ini juga berlaku bagi stomata monokotil (Campbell, 2000 : 330).
Secara umun, stomata membuka pada siang hari dan menutup pada malam hari. Hal ini mencegah tumbuhan kehilangan air yang tidak perlu ketika hari terlalu gelap untuk melakukan fotosintesis (Campbell, 2000 : 331).
2.      Transpirasi Kutikula.
Transpirasi Kutikula adalah penguapan air yang tejadi secara langsung melalui kutikula epidermis. Kutikula daun secara relatif tidak tembus air, dan pada sebagian besar jenis tumbuhan transpirasi kutikula hanya sebesar 10%. Oleh karena itu, sebagian besar air yang hilang terjadi melaui stomata (Loveless, 1991:75)

2.2 Mekanisme Transpirasi
Secara alamiah tumbuhan mengalami kehilangan air melalui penguapan. Proses kehilangan air pada tumbuhan ini disebut transpirasi. Pada transpirasi, hal yang penting adalah difusi uap air dari udara yang lembab di dalam daun ke udara kering di luar daun. Mekanisme transpirasi melalui daun dimulai dengan penguapan air oleh sel sel mesofil ke rongga antar sel yang ada dalam daun. Dalam hal ini rongga antar sel jaringan bungan karang merupakan rongga yang besar, sehingga dapat menampung uap air dalam jumlah banyak. Penguapan air ke rongga antar sel akan terus berlangsung selama rongga antar sel belum jenuh dengan uap air. Sel sel yang menguapkan airnya ke rongga antar sel akan mengalami kekurangan air sehingga potensial air menurun. Kekurangan air akan diisi oleh air yang berasal dari xilem tulang daun, yang selanjutnya tulang daun akan menerima air dari batang, dan batang menerima dari akar, dan seterusnya. Uap air yang terkumpul dalam rongga antar sel akan tetap berada dalam rongga antar sel tersebut, selama stomata pada epidemis daun tidak membuka. Kalaupun ada uap air yang keluar menembus epidermis dan kutikula, jumlahnya hanya sedikit dan dapat diabaikan. Jika tekanan uap air diatmosfer lebih rendah dari rongga antar sel, uap air dari rongga antar sel akan keluar ke atmosfer dan terjadi transpirasi. Jadi syarat utama berlangsungnya transpirasi ialah penguapan air didalam daun dan terbukanya stomata (Sasmihardja, 1996:63).
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan menutup saat hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan waktu 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore. Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap secara tiba-tiba (Salisbury, 1995:71).

2.3 Stomata Membantu Mengatur Laju Transpirasi
Daun biasanya memilki area permukaan yang yang luas dan rasio permukaan terhadap volume yang tinggi. Area permukaan yang luas meningkatkan absorpsi cahaya untuk fotosintesi. Rasio permukaan terhadap volume yang tinngi membantu absorpsi CO2 selama fotosintesi sewaktu berdifusi melalui stomata, CO2 memasuki rongga udarah yang berbentuk oleh sel-sel misofil berongga. Karena bentuk sel-sel ini tidak teratur area  permukaan internal daun mungkin 10 hinnga 30 kali lebih besar dari permukaan ekternal (Campbell, 2008:357).
Walupun area permukaan yang luas dan rasio permukaan terhadapat volume yang tinggi meningkatkan  laju fotosintesis hal tersebut juga meningkatkan kehilangan iar melalui stomata. Dengan demikian. Kebutuhan tumbuhan terhadap air yang sangat banyak merupakan konsekuensi negatif dari kebutuhan sistem tunas untuk melaksanankan pertukaran gas dalam jumlah yang cukup untuk berfotosintesis. Dengan membuka dan meutup stomata, sel-sel penjaga membantuh menyeimbangkan kebutuhan tumbuhan untuk menyimpan air dengan kebutuhannya untuk melakukan fotosintesis (Campbell, 2008:357).



2.4 Pengukuran Transpirasi
Pengukuran laju transpirasi tidaklah terlalu mudah dilakukan. Kesulitan utamanya adalah karena semua cara pengukuran traspirasi mengharuskan penempatan suatu tumbuhan dalam berbagai kondisi yang mempengaruhi laju transpirasi. Ada empat cara laboratorium untuk menaksir laju transpirasi :
1.      Kertas korbal klorida
Pada dasarnya cara ini adalah pengukuran uap air yang hilang ke udara yang diganti dengan pengukuran uap air yang hilang ke dalam kertas kobal klorida kering. Kertas ini berwarna biru cerah dan tetapi menjadi biru pucat dan kemudian berubah menjadi merah jambu bila menyerap air. Sehelai kecil kertas biru cerah ditempelkan pada permukaan daun dan ditutup dengan gelas preparat. Demikian juga bagian bawah daun. Waktu yang diperlukan untuk mengubah warna biru kertas menjadi merah jambu dijadikan ukuran laju kehilangan air dari bagian daun yang ditutup kertas (Sulibury, 1995:72).
2.      Potometer
Alat ini mengukur pengambilan air oleh sebuah potongan pucuk, denga asumsi bahwa bila air tersedia dengan bebas untuk tumbuhan, jumlah air yang diambil sama dengan jumlah air yang dikeluarkan oleh transpirasi (Sulibury, 1995:75).
3.      Penimbangan langsung
Pengukuran transpirasi yang paling memuaskan diperoleh dari tumbuhan yang tumbuh dalam pot yang telah diatur sedemikan rupa sehingga evaporasi dari pot dan permukaan tanah dapat dicegah. Kehilangan air dari tumbuhan ini dapat ditaksir untuk jangka waktu tertentu dengan penimbangan langsung (Sulisbury, 1995:76)






2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Transpirasi
Faktor yang mempengaruhi transpirasi ada dua yaitu, faktor dalam dan luar.
2.5.1   Faktor Dalam
1.    Penutupan stomata. Sebagian besar transpirasi terjadi melalui stomata karena kutikula secara relatif tidak tembus air, dan hanya sedikit transpirasi yang terjadi apabila stomata tertutup. Jika stomata terbuka lebih lebar, lebih banyak pula kehilangan air tetapi peningkatan kehilangan air ini lebih sedikit untuk masing-masing satuan penambahan lebar stomata Faktor utama yang mempengaruhi pembukaan dan penutupan stomata dalam kondisi lapangan ialah tingkat cahaya dan kelembapan (Gardner, 1991:84).
2.    Jumlah dan ukuran stomata. Jumlah dan ukuran stomata, dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih sedikit terhadap transpirasi total daripada pembukaan dan penutupan stomata (Gardner, 1991:84).
3.    Jumlah daun. Makin luas daerah permukaan daun, makin besar transpirasi (Gardner, 1991:84).
4.    Kedalama akar. Ketersedian dan pengambilan kelembapan tanah oleh tanaman budidaya sangat tergantung pada kedalaman dan proliferasi akar. Perakaran yang lebih dalam meningkatkan ketersediaan air, dari proliferasi akar (akar per satuan volume tanah ) meningkatkan pengambilan air dari suatu satuan volume tanah sebelum terjadi pelayuan permanen (Gardner, 1991:85).
2.5.2 Faktor Luar
1.    Kelembaban. Bila daun mempunyai kandungan air yang cukup dan stomata terbuka, maka laju transpirasi bergantung kepada selisih antara konsentrasi molekul uap air di dalam rongga-rongga antar sel di daun dengan konsentrasi molekul uap air udara di sekitar daun. Pada hari cerah udara tidak banyak mengandung uap air. Di dalam keadaan yang demikian itu, tekanan uap di dalam daun jauh lebih lebih tinggi dari pada tekanan uap di luar daun, atau dengan kata lain, ruang di dalam daun itu lebih kenyang akan uap air daripada udara di luar daun, jadi molekul-molekul air berdifusi dari konsentrasi tinggi (di dalam daun) ke konsentrasi yang rendah (di luar daun. Kesimpulannya ialah, udara yang basah menghambat transpirasi, sedang udara kering melancarkan transpirasi. Pada kondisi alamiah, udara selalu mengandung uap air, biasanya dengan konsentrasi antara 1 sampai 3 persen. Sebagian dari molekul air tersebut bergerak ke dalam daun melalui stomata dengan proses kebalikan transpirasi. Laju gerak masuknya molekul uap air tersebut berbanding dengan konsentrasi uap air udara, yaitu kelembaban. Gerakan uap air dari udara ke dalam daun akan menurunkan laju neto dari air yang hilang. Dengan demikian, seandainya faktor lain itu sama, transpirasi akan menurun dengan meningkatnya kelembaban udara (Tjitrosomo, 1990:108).
2.    Suhu. Kenaikan suhu cenderung untuk meningkatkan penguapan air sebesar dua kali. Akibat pengaruh tersebut, suhu daun dan air yang terdapat di dalamnya, merupakan faktor lingkungan yang terpenting yang mempengaruhi transpirasi daun yang ada dalam keadaan turgor. Suhu daun di dalam naungan kurang lebih sama dengan suhu udara, tetapi daun yang kena sinar matahari mempunyai suhu 10o-200 F lebih tingggi daripada suhu udara (Tjitrosomo, 1990:108).
3.    Cahaya. Cahaya mempengaruhi laju melalui dua cara berikut : (1) Sehelai daun yang dikenai cahaya matahari langsung akan mengabsorbsi energi radiasi. Hanya sebagian kecil dari energi tersebut yang digunakan dalam fotosintesis selebihnya diubah menjadi energi panas. Pemanasan tersebut meningkatkan transpirasi, karena suhu daun biasanya merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi laju proses tersebut. Fakta yang menunjukkan bahwa daun yang kena cahaya matahari mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada suhu udara memungkinkan laju transpirasi yang cepat, bahkan dalam udara yang jenuh. (2) Cahaya tidak usah selalu berbentuk cahaya langsung dapat pula mempenaruhi transpirasi melalui pengaruhnya terhadap buka tutupnya stomata, dengan mekanisme seperti telah diterangkan terdahulu (Tjitrosomo, 1990:109).
4.    Angin. Pada umumnya angin yang sedang, menambah kegiatan transpirasi. Karena angin membawa pindah uap air yang bertimbun-timbun dekat stomata. Dengan demikian, maka uap yang masih ada di dalam daun kemudian mendapat kesempatan untuk difusi ke luar . Angin mempunyai pengaruh ganda yang cenderung saling bertentangan terhadap laju transpirasi. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa angin cenderung untuk meningkatkan laju transpirasi, baik di dalam naungan atau cahaya, melalui penyapuan uap air. Akan tetapi, di bawah sinar matahari, pengaruh angin terhadap penurunan suhu daun, dengan demikian terhadap penurunan laju transpirasi, cenderung lebih penting daripada pengaruhnya terhadap penyingkiran uap air. Dalam udara yang sangat tenang suatu lapisan tipis udara jenuh terbentuk di sekitar permukaan daun yang lebih aktif bertranspirasi. Jika udara secara keseluruhan tidak jenuh, maka akan terdapat gradasi konsentrasi uap air dari lapisan udara jenuh tersebut ke udara yang semakin jauh semakin tidak jenuh. Dalam kondisi seperti itu transpirasi terhenti karena lapisan udara jenuh bertindak sebagai penghambat difusi uap air ke udara di sekitar permukaan daun. Oleh karena itu, dalam udara yang tenang terdapat dua tahanan yang harus ditanggulangi uap air untuk berdifusi dari ruang-ruang antar sel ke udara luar. Yang pertama adalah tahanan yang harus dilalui pada lubang-lubang stomata, dan yang kedua adalah tahanan yang ada dalam lapisan udara jenuh yang berdampingan dengan permukaan daun. Oleh karena itu dalam udara yang bergerak, besarnya lubang stomata mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transpirasi daripada dalam udara tenang. Namun, pengaruh angin sebenarnya lebih kompleks daripada uraian tadi karena kecendrungannya untuk meningkatkan laju transpirasi sampai tahap tertentu dikacaukan oleh kecendrungan untuk mendinginkan daun-daun sehingga mengurangi laju transpirasi. Tetapi efek angin secara keseluruhan adalah selalu meningkatkan transpirasi (Tjitrosomo, 1990:110). 
5.    Kandungan air tanah. Air di dalam tanah ialah satu-satunya sumber yang pokok, dari mana akar-akar tanaman mendapatkan air yang dibutuhkannya. Absorpsi air lewat bagian-bagian lain yang ada di atas tanah seperti batang dan daun juga ada, akan tetapi pemasukan air lewat bagian-bagian itu tiada seberapa kalau dibanding dengan penyerapan air melalui akar. Tersedianya air dalam tanah adalah faktor lingkungan lain yang mempengaruhi laju transpirasi. Bila kondisi air tanah sedemikian sehingga penyediaan air ke sel-sel mesofil terhambat, penurunan laju transpirasi akan segera tampak. Laju transpirasi dapat dipengaruhi oleh kandungan air tanah dan laju absorbsi air dari akar. Pada siang hari, biasanya air ditranspirasikan dengan laju yang lebih cepat daripada penyerapannya dari tanah. Hal tersebut menimbulkan defisit air dalam daun. Pada malam hari akan terjadi kondisi yang sebaliknya, karena suhu udara dan suhu daun lebih rendah. Pengaruh defisit air di dalam sel daun akan menurunkan laju penguapan, karena menurunnya jumlah molekul air di dalam sel dan menurunnya laju penggantian air yang menguap dari permukaan sel (Tjitrosomo, 1990:110).

2.6 Fungsi Transpirasi Bagi Tumbuhan
Kelihatannya transpirasi tidak memiliki keuntungan atau fungsi bagi tumbuhan. Ambil contoh tumbuhan yang hidup didalam air, misalnya berbagai jenis ganggang. Kelompok tumbuhan ini tidak melakukan transpirasi tetapi dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Didalam terrarium, kelembapan nisbi adalah 100%. Dengan demikian, laju akan sangat rendah sekali, tetapi berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh dan berkembang dengan baik dalam terrarium (Lakitan, 2012:55).
Walaupun beberapa jenis tumbuhan dapat hidup tanpa melakukan transpirasi, tetapi jika transpirasi berlangsung pada tumbuhan agaknya dapat memberikan beberapa keuntungan bagi tumbuhan tersebut, misalnya dalam mempercepat laju turgiditas sel tumbuhan agar tetap dalam kondisi optimal, dan sebagai salah satu cara untuk menjaga stabilitas suhu daun.Walaupun dari beberapa hasil pengujian didapatkan bahwa pengangkutan unsur hara dapat teteap berlangsung jika transpirasi tidak terjadi. Akan tetapi, laju pengangkutan terbukti akan berlangsung lebih cepat jika transpirasi berlangsung secara optimum (Lakitan, 2012:55).
Sel tumbuhan diyakini akan berfungsi optimal pada tingkat turgiditas tertentu, dimana jika tugiditasnya menjadi lebih tinggi atau lebih rendah maka sel tersebut akan menurun fungsinya. Jika tekanan internal sel (turgor) melampaui batas elastisitas diding sel, maka sel tersebut akan pecah. Secara visual sering terlihat terjadinya pecah buah pada berbagai jenis tanaman buah berdaging, misalnya tomat, anggur, cherry, dan jenis cabai tertentu (Lakitan, 2012:56).

2.7 Pengaruh Transpirasi yang Merugikan
Jika tanah cukup mengandung air, laju transpirasi yang tinggi, dalam jangka waktu yang pendek, tidak akan menimbulkan kerusakan yang berarti pada tumbuhan. Tetapi jika kehilangan air berlangsung melampaui absorbsi, pengaruh transpirasi yang merugikan akan kelihatan dengan layunya daun, sebagai akibat hilangnya turgor. Tingkat kelayuan dan kehilangan air yang diperlukan untuk menimbulkan gejala kelayuan pada tumbuhan sangat beragam. Daun tipis yang umumnya terdiri dari sel parenkima yang berdinding tipis akan layu dengan cepat. Misalnya daun Impatiens balsamina baru layu beberapa menit setelah dipetik. Lain halnya dengan daun tebal yang sebagian besar terdiri dari jaringan penunjang, mungkin tidak akan menunjukkan kelayuan dalam waktu yang panjang (Tjitrosomo, 1990:111).
Kelayuan tumbuhan di atas tanah digolongkan sebagai layu sementara atau layu permanen. Layu sementara terjadi jika tanah masih mengandung air yang tersedia bagi tumbuhan. Kelayuan tersebut terjadi akibat kelebihan transpirasi dari absorbsi yang bersifat sementara. Tumbuhan biasanya menjadi segar kembali setelah laju transpirasi menurun. Daun yang layu pada siang hari dapat segar kembali pada malam hari atau pagi berikutnya. Daun dapat juga meningkat turgornya pada siang hari jika transpirasi menurun akibata adanya awan, penurunan suhu atau hujan kecil walaupun air tersebut tidak sampai menembus ke akar (Tjitrosomo, 1990:112).
Sebaliknya, laju tetap diakibatkan oleh terjadinya kekurangan air yang berat dalam tanah. Akar tidak dapat mengabsorbsi air, maka tumbuhan akan mati kecuali jika persediaan air dalam tanah dapat ditingkatkan kembali. Layu sementara yang terjadi berulang-ulang akan menimbulkan pengaruh yang merugikan pada metabolisme tumbuhan, dan tumbuhan yang sering mengalami kelayuan akan tertekan pertumbuhannya. Penyebab utamanya adalah bahwa kekurangan air akan menghambat laju pertumbuhan jaringan muda, khusunya proses pembelahan dan pembesaran sel. Penghambatan laju pertumbuhan ini menyebabkan menurunnya penggunaan makanan oleh jaringan yang sedang tumbuh, dan pada umumnya kekurangan air selalu diikuti dengan penimbunan karbohidrat. Tingkat karbohidrat tinggi yang berlanjut dapat menimbulkan perubahan struktural dan perubahan fisiologis permanen yang berkaitan dengan pertumbuhan yang tertekan (Tjitrosomo, 1990:112).
Melalui proses-proses tersebut di atas itulah cara kekeringan berpengaruh terhadap tanaman pertanian. Banyak daerah di seluruh dunia juga indonesia yang curah hujannya hampir tidak mencukupi untuk pertumbuhan padi, jagung, dan lain-lain, sehingga kekeringan dapat berakibat mematikan. Penghambatan pertumbuhan ini sebagai akibat transpirasi yang berlebihan dapat mempengaruhi semua bagian tumbuhan. Pertumbuhan tinggi dan diameter terhambat, daun yang lebih tua akan layu dan mati. Produksi buah dan biji akan menurun dengan nyata, dan tanaman mungkin akan mati sebelum berproduksi. Bukanlah suatu kebetulan bahwa kekeringan selalu bersamaan dengan kelaparan selama berabad abad (Tjitrosomo, 1990:112).




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Transpirasi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata. Kemungkinan kehilangan air dari jaringan tanaman melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi, tetapi porsi kehilangan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang hilang melalui stomata oleh sebab itu, dalam perhitungan besarnya jumlah air yang hilang dari jaringan tanaman umumnya difokuskan pada air yang hilang melalui stomata.
Transpirasi ada dua jenis yaitu transpirasi stomata dan transpirasi kutikula. Transpirasi juga dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam yaitu, penutupan stomata, jumlah dan ukuran stomata, jumlah daun dan kedalaman akar. Faktor luar yaitu, kelembaban, suhu, cahaya, angin dan kandungan air tanah.

3.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai mahasiswa di jurusan Biologi harus mempelajari dan memahami transpirasi yang terjadi pada tumbuhan. karna seorang mahasiswa selalu berhubungan dengan alam-alam disekitar kita contohnya tumbuhan, maka dari kita harus memahami transpirasi pada tumbuhan.










DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A dkk. 2000. Biology. Jakarta : Erlangga

Campbell, Neil A dkk. 2008. Biology Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Gardner, Et. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta : UI Press

Lakitan, B. 2012. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan. Jakarta : PT Gramedia

Sulisbury, dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB

Sasmihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB

Tjitrosomo. 1990. Botani Umum 2. Bandung : Penerbit Angkasa